Jumat, 08 September 2017

Ini Motivasi 2 Putri Tukang Becak yang Mampu Berprestasi Cemerlang

Ini Motivasi 2 Putri Tukang Becak yang Mampu Berprestasi Cemerlang

Ilustrasi
nyimawar.blogspot.com - MENCICIPI bangku perkuliahan, bukan mutlak menjadi milik orang berpunya.

Berlatarbelakang keluarga dengan ekonomi pas-pasan juga mempunyai hak untuk menempuh pendidikan tinggi itu.

Selama ada kepercayaan diri dan kemauan yang kuat pintu terbuka lebar-lebar untuk kuliah.

Selama berusaha, jalan kesuksesan masih tetap ada.

Masih ingat dengan Herayati dan Reani yang sempat menghiasi media awal tahun ini dan beberapa tahun lalu?

Ya, mereka berasal dari keluarga tukang becak. Tapi mampu kuliah dengan prestasi cemerlang.

Setidaknya saduran tulisan di bawah ini mampu menginspirasi dan memotivasi anak-anak negeri.

1. Herayati

Dia merupakan mahasiswi terbaik FMIPA ITB dengan Index Prestasi (IP) 4 di tahun 2014.

Ia yang saat itu berusia 19 tahun berasal dari keluarga sederhana.

Ayahnya bernama Muhammad Sawiri. Sehari-hari bekerja sebagai tukang becak.

Pangkalannya ada di lingkungan rumah sakit Krakatau Medika.

Diceritakan Sawiri sebagaimana diberitakan 
detik.com, semasa masih menempuh sekolah dasar, Herayati sangat senang dengan pelajaran matematika.

"Dari kecil hobinya matematika," kata warga Kelurahan Kotasari, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, Banten ini.

Menurutnya, kunci matematika ada diperkalian.

Yang bisa menguasainya, maka dalam menghadapi pelajaran matematika akan mudah.

Dari awal menguasai dasar matematika itu, prestasinya terus berkembang.

Dikatakan, dari sekolah dasar (SD) hingga madrasah aliyah negeri (MAN) Pulomerak, putrinya sering mendapatkan peringkat pertama.

"Kalau pulang sekolah langsung belajar. Kalau ada temannya ke rumah, Hera baru main," ujarnya.

Hera, panggilan akrabnya, sejak kecil memang tidak malu-malu alias percaya diri.

Meski ia anak tukang becak, ia tetap gigih belajar.

Berkat prestasinya ia bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah di ITB.

Sejak tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam (FMIPA) pada tahun 2014, ia terus berprestasi.

Terbukti IP-nya selalu tinggi.

Saat semester 1, ia mengantongi IP-nya 3,53. Semester 2 IP-nya 3,3. Semester 3 IP-nya 3,88.

"Alhamdullilah pas di semester 5, IP saya naik luar biasa jadi 4," aku Hera.

Motivasi Hera untuk berpendidikan tinggi tak lain karena orang tuanya.

"Saya tidak ingin karena orang tua saya tidak pernah kuliah, saya juga begitu. Saya ingin mengubah itu dengan kuliah dan berprestasi," aku dia.

2. Raeni

Awalnya ia menerima beasiswa Bidik Misi pada jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Dari situ, ia mampu mewujudkan impiannya untuk kuliah di Inggris.

Pada 10 Juni 2014, Raeni mampu lulus nyaris dengan sempurna, dengan mendapatkan IPK 3,96 dan dinobatkan sebagai wisudawati terbaik.

Impiannya ke Inggris terkabul. Ia mendapatkan beasiswa untuk kuliah di University of Birmingham, Inggris, S2.

Reani mengambil program Magister of Science, International Accounting and Finance melalui program beasiswa LPDP.

"Dulu pernah minder orang tua tukang becak. Tapi kenapa minder? Beliau orang tua saya, mendidik saya, meski tidak memberi biaya hidup banyak (saat kuliah), tapi mendukung saya. Saya sangat bangga," aku Reani seperti diberitakan Liputan6.com.

Ayah Raeni, Mugiyono, tukang becak yang biasa mangkal di Kelurahan Langenharjo, Kendal, Jawa Tengah.

Pekerjaan ini dilakukannya setelah berhenti menjadi buruh pabrik kayu lapis.

Sebagai tukang becak penghasilannya tak menentu. Antara Rp10 ribu-50 ribu per hari.

Untuk mendapatkan tambahan, ia juga menjadi penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp450 ribu per bulan.

"Sebagai orangtua hanya bisa mendukung," kata Mugiyono yang mulai menarik becak sejak tahun 2010. (nyimawar)